Rabu, 17 Juli 2013

Atas Nama Kebebasan

Atas nama kebebasan
Posted by: shirotholmustaqim on: Juni 11, 2013
In: Aqidah | Bid'ah 3 Komentar
(ditulis oleh: Al-Ustadz Abulfaruq Ayip Syafruddin)
Masih ingatkah argumen yang dilontarkan para pengikut Al-Qiyadah Al-Islamiyah saat diseret ke penjara oleh polisi? Satu di antara argumen yang mereka lempar kepada masyarakat, bahwa mereka berpemahaman seperti itu sesuai dengan Hak Asasi Manusia (HAM).
Prinsip kebebasan yang menjadi dasar HAM telah digunakan sebaik-baiknya oleh kalangan Al-Qiyadah. Terlepas dari dibenarkan atau tidak menggunakan prinsip kebebasan tersebut, namun yang nyata bahwa isu HAM telah menjadi tameng bagi aksi-aksi kesesatan dan penyesatan terhadap umat. Isu HAM telah menjadi senjata yang logis yang memberi ruang kepada kelompok-kelompok masyarakat tertentu untuk berpemahaman, bertindak, beramal dan beribadah sesuai dengan apa yang diyakininya. Walaupun keyakinan yang mereka usung tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah alias sesat.
Tak semata itu, banyak kasus yang mengatasnamakan kebebasan lantas bisa eksis di tengah masyarakat. Dengan atas nama kebebasan berekspresi dan seni, seorang artis wanita dengan pakaian seronok, mendedahkan aurat, tampil dengan penuh percaya diri di media-media iklan. Tampilannya yang syur, mengumbar syahwat, dianggap sebagai sesuatu yang lumrah. Ketika sekelompok masyarakat menggugat, maka sanggahannya pun bertameng dengan kebebasan berekspresi dan seni. Lagi, isu HAM telah dijadikan wahana untuk menyebarkan hal tak patut. Terlepas dibenarkan atau tidak alasan demi kebebasan berekspresi dan seni.
Lebih dari ini, sepasang muda-mudi atas nama kebebasan, hidup bersama dalam satu atap, didasari suka sama suka, tak ada paksaan dari siapapun, tak ada pula tekanan dari pihak manapun, mereka menikmati hidup tanpa ikatan nikah yang sah, (katanya) tanpa mengganggu siapapun dan pihak manapun. Maka, keduanya lakukan itu atas nama kebebasan, merupakan hak keduanya untuk saling mencurahkan kasih sayang dan melampiaskan hasrat biologisnya, walau dengan cara zina. Lagi, isu HAM menjadi alasan logis bagi terbukanya ruang perzinaan. Sekali lagi, terlepas dari dibenarkan atau tidak alasan mereka dengan mengatasnamakan kebebasan.
Sisi lain, atas dasar kebebasan mengemukakan pendapat secara lisan atau tulisan di muka umum, lantas dengan berarak mengerahkan massa turun ke jalan-jalan. Melakukan orasi yang berisi pembeberan “aib” pejabat atau pemerintah. Jalanan menjadi macet, seakan republik ini cuma mereka yang menghuni. Hajat sekian ratus, ribu bahkan jutaan manusia menjadi terhambat, terganggu dan bahkan terlanggar. Sekali lagi, semua itu dilakukan atas nama kebebasan.
Ini baru yang ada di jalanan. Belum yang terpampang di media elektronik, spanduk, baliho, selebaran, koran, majalah, buku, dan lainnya. Semua berangkat atas nama kebebasan. Sayang, dan amat sangat disayangkan. Seakan penghuni negeri ini sudah tak lagi memiliki adab, etika, sopan santun, tenggang rasa, akhlak terhadap pemerintah, dan nilai-nilai keluhuran yang semestinya turut serta saat menyampaikan pesan, nasihat, usul yang membangun terhadap pemerintah, kelompok masyarakat tertentu, atau yang bersifat perorangan sekalipun. Firman Allah l:
“Serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.” (Al-Baqarah: 83)
Berdasar hadits dari Abu Hurairah z, dia berkata: Rasulullah n bersabda:
وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ
“Dan perkataan yang baik itu merupakan sedekah.” (HR. Al-Bukhari no. 2989; Muslim no. 56)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin t menjelaskan ayat:
“Sesungguhnya orang-orang yang menginginkan agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (An-Nur: 19)
beliau menyatakan, bahwa “suka menyebarkan perbuatan keji (al-faahisyah) di kalangan orang-orang beriman” meliputi dua makna:
Pertama, menyukai tersebarnya al-faahisyah di tengah-tengah masyarakat muslim. Termasuk dalam hal ini adalah menyebarkan film-film porno dan koran (majalah, selebaran, dan yang sejenis, ed.) yang jelek, jahat, dan porno. Sungguh, media-media semacam ini, tanpa ragu lagi, termasuk yang menyukai (menghendaki) tersebarnya al-faahisyah di tengah-tengah komunitas muslimin. (Orang-orang yang terlibat di dalamnya), mereka menginginkan timbul gejolak fitnah (bencana/kerusakan) agama pada diri seorang muslim. Tentunya dengan sebab dari apa yang disebarkan (oleh mereka) melalui majalah-majalah, surat kabar-surat kabar porno yang merusak atau media-media lainnya yang; sejenis. Barangsiapa menghendaki (suka) tersebarnya al-faahisyah di tengah komunitas muslim, maka baginya azab yang pedih di dunia dan akhirat.
Kedua, menyukai tersebarnya al-faahisyah pada orang tertentu, bukan dalam lingkup masyarakat Islam secara menyeluruh. Balasan untuk perbuatan ini adalah azab yang pedih di dunia dan akhirat. (Syarhu Riyadhish Shalihin, 1/598)
Kerusakan demi kerusakan akan senantiasa merambah bumi kala aksi-aksi manusia atas nama kebebasan ditolerir. Peradaban manusia akan terpuruk seiring nilai kebebasan yang lahir dari pemikiran-pemikiran kufur yang menjadi landasan perbuatan manusia. Lihatlah, bagaimana Amerika Serikat dengan mengatasnamakan HAM meluluhlantakkan Afghanistan. Pemerintah AS mengirim pasukannya ke Afghanistan untuk menjaga hukum HAM seperti yang dicantumkan dalam pasal 51 Piagam PBB. (Pengadilan HAM, Indonesia dan Peradaban, Artidjo Alkostar hal. 21-22)
HAM dijadikan alat negara kafir untuk melegalkan kezaliman terhadap negara kaum muslimin. Termasuk dalam konteks ini, isu HAM pun dijadikan alat untuk melemahkan instrumen pemerintahan di Indonesia saat proses reformasi berlangsung. Bersamaan dengan itu rakyat dihasung untuk berani melawan pemerintahnya. Tentunya di bawah payung HAM, bahwa rakyat memiliki kebebasan menyuarakan aspirasi sebebas-bebasnya. Yang lebih parah, mereka menjadi kekuatan massa yang dikoordinir dan dimanfaatkan secara politis oleh kelompok tertentu. Tak sedikit yang kemudian melakukan tindakan-tindakan merusak. Anarkisme menjadi model perlawanan terhadap pemerintah yang sah. Ini dampak dibukanya kran demokrasi dan kebebasan.
Padahal dalam menyikapi pemerintah, kaum muslimin telah dibimbing Allah l dan Rasul-Nya. Firman Allah l:
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya) dan ulil amri di antara kamu.” (An-Nisa`: 59)
Menurut Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, yang dimaksud ulil amri pada ayat tersebut berdasar apa yang disebutkan ahlul ilmi adalah ulama dan umara’ (pemerintah). Wajib bagi umat Islam untuk menaati pemerintah. Ketaatan terhadap pemerintah di sini dalam hal ketaatan kepada Allah l. Karena firman Allah l:Tidaklah penyebutannya dalam bentuk:
وَأَطِيْعُوا أُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
(Taatilah ulil amri di antara kamu), sebab ketaatan terhadap pemerintah mengikuti (ketaatan kepada Allah l dan Rasul-Nya), tidak berdiri sendiri. Atas dasar ini, apabila pemerintah memerintahkan kemaksiatan terhadap Allah l, maka tidaklah wajib untuk mendengar dan taat.
Hadits dari Ibnu ‘Umar c menjelaskan hal ini. Rasulullah n bersabda:
عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ إِلاَّ أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ، فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ
“Wajib atas seorang muslim mendengar dan taat, dalam hal suka atau benci, kecuali bila yang diperintahkan terhadap hal yang maksiat. Bila diperintah terhadap kemaksiatan maka janganlah mendengar dan taat.” (HR. Al-Bukhari no. 7144; Muslim no. 1839. Lafadz di atas merupakan lafadz Muslim)
Dalam hadits lain disebutkan:
لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةِ اللهِ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ
“Tak ada ketaatan dalam bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam hal yang ma’ruf.” (HR. Muslim no. 1840)
Kaum muslimin diberi tuntunan pula dalam menyikapi pemerintahan yang melakukan kemungkaran. Caranya dengan nasihat yang disampaikan secara tersembunyi, tidak dengan terang-terangan atau dipublikasikan kepada masyarakat. Disebutkan dalam hadits Syuraih bin Ubaid dan selainnya, Rasulullah n bersabda:
مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْصَحَ لِسُلْطَانٍ بِأَمْرٍ فَلاَ يُبْدِ لَهُ عَلَانِيَّةً وَلَكِنْ لِيَأْخُذْ بِيَدِهِ فَيَخْلُو بِهِ، فَإِنْ قَبِلَ مِنْهُ فَذَاكَ وَإِلاَّ كَانَ قَدْ أَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ
“Barangsiapa ingin menasihati penguasa karena satu perkara, janganlah menerangkannya secara terbuka (di depan publik). Tapi, (lakukanlah) dengan cara mengambil tangannya di tempat tertutup bersamanya. Jika dia menerima (nasihat tersebut), maka itulah (yang diharapkan). Jika tidak, sungguh telah sampai nasihat kepadanya.” (HR. Ahmad, Majma’u Az-Zawa`id no. 9161. Dishahihkan Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam Zhilal Al-Jannah fi Takhriji As-Sunnah no. 1096)
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz t terkait masalah ini menyatakan bahwa bukan manhaj as-salaf, menyebarkan aib (cacat, cela, kelemahan, kekurangan) pemerintah serta memublikasikannya di mimbar-mimbar (media-media umum). Karena, yang seperti itu akan menambah parah keadaan, memupus (kepercayaan rakyat) untuk mendengar dan taat dalam hal yang ma’ruf. Juga semakin menjerembabkan ke keadaan yang membahayakan dan tiada manfaat. Cara yang ditempuh (diikuti) pada kalangan salaf, yaitu menasihati antara dia dengan penguasa (tidak di depan umum), menyuratinya, atau menyampaikan melalui para ulama yang (para ulama ini) akan menyampaikannya kepada penguasa hingga (tercapai) menuju kepada kebaikan. Mengingkari kemungkaran hendaknya tanpa menyebut nama pelaku. Berantaslah masalahnya dengan menyebut masalahnya. Kemungkaran zina, kemungkaran minuman keras (khamr), kemungkaran riba tanpa menyebut siapa pelakunya. Cukup dengan mengingkari kemaksiatan-kemaksiatan dan memperingatkan (masyarakat) dari hal-hal tersebut. Tanpa menyebut fulan sebagai oknumnya.
Saat terjadi fitnah (anarkisme) di zaman ‘Utsman bin Affan z, sebagian masyarakat berkata kepada Usamah bin Zaid z: “Apakah engkau tidak melakukan pengingkaran terhadap ‘Utsman?” Jawabv Usamah: “Apakah aku akan melakukan pengingkaran di hadapan orang banyak? Aku akan mengingkarinya (cukup) antara aku dan dia saja. Aku tak ingin membuka pintu kejelekan atas manusia.”
Tatkala mereka telah membuka kejelekan pada masa ‘Utsman z, yaitu dengan melakukan pengingkaran terhadap ‘Utsman z secara terang-terangan, lengkaplah sudah fitnah (petaka), pembantaian dan kerusakan-kerusakan yang pengaruhnya terus berlangsung hingga sekarang. Hingga kemudian, memunculkan fitnah antara ‘Ali dan Mu’awiyah c. Terbunuhnya ‘Utsman dan ‘Ali c lantaran sebab hal itu. Juga, banyak dari kalangan sahabat dan selainnya yang terbunuh. Semuanya disebabkan cara melakukan pengingkaran secara terbuka, transparan di depan umum dengan menyebutkan aib-aibnya. Hingga terbakarlah emosi massa (untuk) melawan pemerintahnya. Mereka pun lantas membunuhnya. Nas`alullaha al-’afiyah. (Mu’amalatu Al-Hukkam fi Dhau`i Al-Kitab wa As-Sunnah, Asy-Syaikh Abdussalam bin Barjas t, hal. 111-112)
Al-Imam At-Tirmidzi t dalam Sunan-nya meriwayatkan hadits, (no. 2224) dari Ziyad bin Kusaib Al-’Adawi yang bertutur: “Kala aku bersama Abu Bakrah di bawah mimbar Ibnu ‘Amir yang tengah berkhutbah, sedangkan dia mengenakan pakaian tipis. Maka, berbicaralah Abu Bilal (Mirdas bin Udayyah, seorang Khawarij): “Lihatlah kepada pemimpin kita, dia mengenakan pakaian orang-oran fasiq!” Abu Bakrah pun lantas angkat bicara, “Diam kamu. Aku telah mendengar Rasulullah n bersabda:
مَنْ أَهَانَ سُلْطَانَ اللهِ فِي الْأَرْضِ أَهَانَهُ اللهُ
“Barangsiapa yang merendahkan (menghina) penguasa Allah di muka bumi, Allah akan merendahkan (menghinakan) dirinya.” (Hadits ini dihasankan Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Ash-Shahihah no. 2296)
Demikian akhlak yang dibangun dalam Islam. Selalu dan selalu memerhatikan kemaslahatan masyarakat banyak. Tak semata memfokuskan pada hak asasi orang per orang, sementara kepentingan (hak orang lain) terabaikan. Melalui proses penyampaian aspirasi yang diajarkan Islam, maka kepentingan umum tidak terganggu (terlanggar) dan hak individu atau kelompok pun tidak terabaikan. Karena masing-masing individu masih bisa tetap menyampaikan aspirasi tanpa harus mengganggu yang lain serta menimbulkan mudarat bagi masyarakat.
Bagaimana dengan sistem yang dibangun di atas kebebasan? Ya, karena mereka memiliki hak asasi, hak untuk secara bebas meneriakkan aspirasinya, maka tak terpikirkan lagi dampak dari aksi-aksinya. Tak peduli lagi apakah setelah mengkritik pemerintah lantas masyarakat terprovokasi atau tidak. Tak peduli lagi, apakah setelah dia bicara suhu politik jadi memanas, ekonomi bergeser menurun, yang semua itu dampaknya kepada masyarakat secara keseluruhan. Atau menjadikan citra negeri muslim menjadi buruk di mata internasional. Semua tak dipedulikan. Sebab, intinya atas nama kebebasan, hak asasi manusia harus terwujud. Maka bergulirlah Deklarasi Universal HAM PBB tahun 1948 sebagai tameng dan alat perjuangan.
“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (Al-Ma`idah: 50)
Mari, dengan hati yang jernih, kita pahami Islam ini dengan benar dan baik. Kembalikan setiap masalah yang ada kepada agama. Bukan dengan membanggakan nilai-nilai di luar Islam sebagai wujud rasa inferiotas (minder) di hadapan peradaban Barat. Mari, kita tunjukkan sebagai muslim yang baik. Yang menapaki jejak generasi salafush shalih.
Wallahu a’lam.
Sumber : http://asysyariah.com/atas-nama-kebebasan.html
About these ads
Mudah mudahan ada manfaatnya klik disini

Penerimsan Tamu dar kab. solok, sumatra Barat




Penerimaan Tamu dari kab. solok, sumatra Barat




Selasa, 16 Juli 2013

KENAIKAN PANGKAT PENYESUAYAN. IJAZAH

UJIAN KENAIKAN PANGKAT PENYESUAIAN IJAZAH

Pegawai Negeri Sipil yang telah memperoleh Ijazah / Surat Tanda Tamat Belajar, kenaikan pangkatnya dapat disesuaikan melalui Kenaikan Pangkat Penyesuaian ijazah. Pegawai Negeri Sipil yang dapat diusulkan sebagai calon peserta ujian kenaikan pangkat penyesuian ijazah, adalah mereka yang telah lulus pendidikan dan memperoleh STTB/Ijazah akan tetapi masih berpangkat lebih rendah dari pangkat yang ditentukan berdasarkan STTB/Ijazah yang diperolehnya. 1. 2. Dasar Hukum   Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999; Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 12 Tahun 2002 tanggal 17 Juni 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintahan Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002; Ketentuan Kenaikan Pangkat Penyesuaian Ijazah  Kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang memperoleh STTB/ljazah/Diploma Pegawai Negeri Sipil yang memperoleh : a. b. c. d. e. f. g. Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau yang setingkat dan masih berpangkat Juru Muda Tingkat I golongan ruang I/b ke bawah, dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Juru golongan ruang I/c,  Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, Diploma I atau setingkat dan masih berpangkat Juru Tingkat I golongan ruang I/d ke bawah, dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Pengatur Muda, golongan ruang II/a, 
Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa atau Diploma II dan masih berpangkat Pengatur Muda, golongan ruang II/a kebawah, dapat dinaikan pangkatnya menjadi Pengatur Muda Tingkat I, golongan ruang II/b, 
Ijazah Sarjana Muda, Ijazah Akademi, atau Ijazah Diploma III, dan masih berpangkat Pengatur Muda Tingkat I, golongan ruang II/b ke bawah, dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Pengatur, golongan ruang II/c, 
Ijazah Sarjana (SI), Atau Ijazah Diploma IV dan masih berpangkat Pengatur Tingkat I, golongan ruang II/d ke bawah, dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Penata Muda, golongan ruang III/a, 
Ijazah Dokter, Ijazah Apoteker, Ijazah Magister (S2) atau ijazah lain yang setara, dan masih berpangkat Penata Muda, golongan ruang, III/a ke bawah, dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b,  Ijazah Doktor (S3), dan masih berpangkat Penata Muda Tingkat I golongan ruang III/b kebawah, dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Penata, golongan ruang III/c

 Ijazah sebagaimana dimaksud adalah ijazah yang diperoleh dari sekolah atau perguruan tinggi negeri dan/atau ijazah yang diperoleh dari sekolah atau perguruan tinggi swasta yang telah diakreditasi dan/atau telah mendapat izin penyelenggaraan dari Menteri yang bertanggung jawab dibidang pendidikan nasional atau pejabat lain yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berwenang menyelenggarakan pendidikan.  Kenaikan Pangkat Penyesuaian Ijazah diadakan pada jangka waktu tertentu dengan mempertimbangan formasi yang tersedia serta kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan. 
Kenaikan pangkat bagi Pegawai Negeri Sipil yang memperoleh Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah/ Diploma dapat dipertimbangkan setelah memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Akan diangkat dalam jabatan/diberi tugas yang memerlukan pengetahuan/keahlian yang sesuai dengan ijazah yang diperoleh; 
2. Sekurang-kurangnya telah 1 tahun dalam pangkat terakhir; 
3. Setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 1 tahun terakhir; 
4. Lulus ujian kenaikan pangkat penyesuaian ijazah.   Ujian Kenaikan Pangkat Penyesuaian Ijazah berpedoman pada materi ujian penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil sesuai tingkat ijazah yang diperoleh dan substansi yang berhubungan dengan tugas pokoknya yang pelaksanaanya diatur lebih lanjut oleh instansi masing-masing.  
Persyaratan Peserta Ujian Kenaikan Pangkat Penyesuaian Ijazah:
1. Salinan Surat Keputusan Pengangkatan CPNS, dan atau PNS pangkat terakhir;
2. Salinan Ijazah / Surat Tanda Tamat Belajar pendidikan terakhir yang dilegalisir;
3. Salinan Transrip Nilai yang telah dilegalisir;
4. Salinan Surat Keterangan Ijin Belajar yang ditandatangani oleh Sekretaris Satminkal/Kepala Pusat/Kepala Biro/Pejabat setingkat Eselon II;
5. Pas foto terbaru

Minggu, 14 Juli 2013

Pansus DPRD. (AKD)

Panitia Khusus (AKD)
Panitia khusus dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat sementara.
DPR menetapkan susunan dan keanggotaan panitia khusus berdasarkan perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
Jumlah anggota panitia khusus ditetapkan oleh rapat paripurna paling banyak 30 (tiga puluh) orang.
Pimpinan panitia khusus merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.
Pimpinan panitia khusus terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota panitia khusus berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan jumlah panitia khusus yang ada serta keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
Fraksi yang mendapatkan komposisi pimpinan panitia khusus mengajukan satu nama calon  pimpinan panitia khusus kepada pimpinan DPR untuk dipilih dalam rapat panitia khusus.
Pemilihan pimpinan panitia khusus dilakukan dalam rapat panitia khusus yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan panitia khusus.
Panitia khusus bertugas melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu  yang ditetapkan oleh rapat paripurna dan dapat diperpanjang oleh Badan Musyawarah apabila panitia khusus belum dapat menyelesaikan tugasnya.
Panitia khusus dibubarkan oleh DPR setelah jangka waktu penugasannya berakhir atau karena tugasnya dinyatakan selesai.

Badan Kehormatan DPR

Badan Kehormatan

Badan Kehormatan dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap.

DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Kehormatan dengan memperhatikan perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang.

Anggota Badan Kehormatan berjumlah 11 (sebelas) orang dan ditetapkan dalam rapat paripurna pada permulaan masa keanggotan DPR dan pada permulaan tahun sidang.

Pimpinan Badan Kehormatan merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial, yang terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua, yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Kehormatan berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.

Tata cara pelaksanaan tugas Badan Kehormatan diatur dengan peraturan DPR tentang tata beracara Badan Kehormatan.


Senin, 08 Juli 2013

Penguatan kapasita dan Kompetensi DPRD

Program Penguatan Kapasitas dan Kompetensi Anggota DPRD

LATAR BELAKANG

Sebagai lembaga demokrasi yang menghimpun elemen-elemen politik lokal pemenang Pemilu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabu­paten/ Kota dan atau Propinsi memiliki fungsi dan peran sa­ngat strategis. Mulai dari mengartikulasikan aspirasi kons­­tituen dalam mekanisme legislasi di parlemen, men­do­rong lembaga ekse­kutif daerah agar melahirkan kebi­jakan publik yang parti­sipatif dan me­nye­jahterakan masya­­rakat, sampai mengawal pelaksanaan kebijakan di lapangan.
Keberhasilan DPRD dalam menjalankan peran dan fungsinya, tidak hanya ditentukan oleh kewenangan formal yang dimiliki oleh kelembagaan DPRD, tapi yang jauh lebih penting adalah kapa­sitas dan kompetensi dari masing-masing individu/ personal para anggota dewan.
Mekanisme Pemilihan Umum (Pemilu), secara normatif boleh jadi berhasil melahirkan wakil rakyat yang memiliki akseptabilitas dan memenuhi azas keterwakilan. Namun demikian, faktor popu­laritas atau kuatnya du­kungan masyarakat tidak selalu paralel dengan kapasitas dan atau kompe­tensi yang bersang­kutan di dalam men­jalankan peran dan fungsinya sebagai anggota DPRD.
Pada saat bersamaan, era otonomi ditandai oleh tingginya dinamika perubahan  me­nyangkut sistem pe­nye­lenggaraan peme­rintahan di Daerah, sehingga setiap anggota DPRD dituntut untuk terus menerus meng-up grade penge­tahuannya. Secara bersamaan, berlangsung pula perubahan di kalangan rakyat yang tidak kalah dinamis, sehingga  diper­lukan pula peningkatan kapa­sitas setiap anggota DPRD dalam me­nyerap dan menge­lola aspirasi konstituen, sehingga tidak terjadi gangguan keseimbang­an, baik antar elemen penyelenggara peme­rintahan di daerah maupun antara kebijakan pemerintah daerah dengan kebijakan pemerintah pusat.
Oleh sebab itu, rangkaian diskusi internal aktivis LPP-OD yang berlangsung pada Semester II Tahun 2010 antara-lain menyimpulkan bahwa penguatan kapasitas dan kompetensi anggota DPRD di seluruh Indonesia perlu dijadikan sebagai salah satu program prioritas. Bah­kan para aktivis partai politik yang dalam proses peng­kaderan untuk menjadi anggota DPRD pada periode men­datang sebaiknya sejak dini sudah dibekali penge­tahuan tentang tugas dan fungsi DPRD kepada.
Ruang-lingkup kegiatan dan agenda aksi LPP-OD terkait dengan program penguatan dan kompetensi anggota DPRD di seluruh Indonesia, adalah sebagaimana diuraikan pada bagian berikut ini.
ORIENTASI PROGRAM
a.  Bidang Pengkajian
Untuk dapat melakukan penguatan ka­pasitas dan kom­petensi anggota DPRD secara terencana dan terukur, perlu dilakukan kajian terhadap sejumlah aspek yang ter­kait, antara-lain sbb :
Kajian terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait dengan tugas dan fungsi serta kedudukan DPRD dalam sistem/ tata pemerintahan di daerah.
Kajian terhadap kapasitas dan kompentensi anggota DPRD yang diharapkan di era otonomi daerah, kondisi dewasa ini, faktor-faktor yang mem­pengaruhi rendahnya kapasitas dan kompetensi anggota DPRD, serta rekomendasi perbaikan yang perlu dilakukan.
Kajian terhadap  proses rekruitment anggota DPRD, sejak dari mekanisme seleksi di tingkat partai po­litik dan institusi penyelenggara Pemilu, sampai pada orientasi kesadaran politik rakyat dalam memilih kandidat anggota DPRD.
Kajian terhadap hubungan sinergi antara eksekutif dan legislatif dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah yang berorientasi pada kepentingan rakyat.
Dlsb.
b. Bidang Pemberdayaan
Bertolak dari hasil kajian awal dan rekomendasi Focus Group Discusion (FGD), maka divisi LPP-OD yang membidang perencanaan dan program bersama dengan divisi yang membidangi pelatihan dan pengembangan SDM telah merancang prog­ram pelatihan “Penguatan Kapasitas dan Kompetensi Anggota DPRD”, yang ber­tujuan untuk :
Memberikan pemahaman kepada peserta menyang­kut ruang-lingkup kewenangan, tugas pokok dan fung­si, serta hak dan kewajiban sebagai Anggota DPRD.
Membekali peserta dengan  kemampuan teknis di bidang legislasi, budgeting, dan pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan lembaga eksekutif daerah.
Membuka cakrawala pandang peserta terhadap meka­nisme, sistem, norma, dan etika penyeleng­garaan peme­rintahan di dae­rah, disertai rangkaian studi kasus yang inspiratif dan bermanfaat dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai Anggota DPRD.
Mengasah kepekaan peserta dalam menangkap aspirasi kons­tituen dan meng­artiku­lasikannya ke dalam mekanisme, sistem, norma, dan etika  kelem­bagaan DPRD, sehingga mampu mening­kat­kan kepercayaan publik terhadap kinerja kelembagaan DPRD.
Pelatihan “Penguatan Kapasitas dan Kompetensi Anggota DPRD” diperuntukkan bagi Anggota DPRD Kabupaten/ Kota dan atau Propinsi di seluruh Indonesia, periode 2009 – 2014, baik secara ber­kelompok maupun per­orangan, dengan spesifikasi, sbb :
Kelas Lintas Fraksi/ Lintas Partai. Peserta adalah kelompok anggota DPRD dari satu kabu­pa­ten/ kota dan atau propinsi tertentu, yang berasal dari bebera­pa fraksi/ partai.
Kelas Lintas Kabupaten/ Kota dan atau Propinsi. Peserta adalah kelompok anggota DPRD dari satu fraksi/ partai politik tertentu, yang berasal dari beberapa kabu­paten/ kota dan atau propinsi.
Kelas Regular Nasional. Peserta adalah perorangan anggota DPRD yang berasal dari berbagai fraksi/ partai politik di berbagai kabu­paten/ kota dan atau propinsi.
Paket pelatihan “Penguatan Kapasitas dan Kom­petensi Anggota DPRD” didesain dengan durasi waktu antara 2 s/d 3 hari, dengan jumlah materi 7 s/d 8 topik, meliputi materi spesifik, materi standar, dan materi penunjang. Kecuali kelas regular nasional, tempat pela­tihan bisa ber­langsung di masing-masing daerah atau di luar daerah/ ibukota, sesuai dengan situasi dan kondisinya.
Materi yang diberikan terdiri dari materi spesifik sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah, materi standar untuk semua daerah, serta diskusi pendalaman untuk keseluruhan materi, dengan garis besar sbb :
MATERI SPESIFIK/ KEYNOTE SPEECH
Penyajian materi spesifik disesuaikan dengan spesifikasi kelas pelatihan, dengan rincian sbb:
Tinjauan terhadap Peta Situasi dan Kondisi Sosial Po­litik Lokal yang Krusial dan Perlu Menjadi Perhatian Anggota DPRD. Materi ini merupakan topik  khusus untuk kelas pe­la­tihan dengan peserta anggota DPRD dari satu kabu­paten/ kota dan atau propinsi tertentu, yang berasal dari beberapa fraksi/ partai, disajikan oleh Instruktur/ Narasumber tokoh masyarakat/ aka­demisi yang benar-benar menguasai peta situasi dan kondisi sosial politik di daerah ber­sangkutan.
Mekanisme Fraksi di DPRD sebagai Saluran Aspirasi Par­tai di Parlemen. Materi ini merupakan topik  khusus untuk kelas pelatihan dengan peserta anggota DPRD dari satu fraksi/ partai tertentu, yang berasal dari beberapa kabu­paten/ kota dan atau propinsi, disajikan oleh Instruktur/ Narasumber  tokoh partai/ akademisi yang benar-benar menguasai agenda perjuangan partai dan mekanisme kerja fraksi di Parlemen.
Tinjauan terhadap Peta Situasi dan Kondisi Sosial Po­litik Nasional dan Kaitannya dengan Agenda DPRD di Tingkat Lokal. Materi ini merupakan topik khusus untuk kelas pe­­latihan dengan peserta anggota DPRD lintas kabu­paten/ kota dan atau propinsi tertentu, yang berasal dari lintas fraksi/ partai, disajikan oleh Instruktur/ Narasumber dari lembaga tinggi negara/ kemen­terian terkait dan atau  akademisi yang benar-benar menguasai peta situasi dan kondisi sosial politik nasional yang berhimpitan dengan isyu-isyu lokal.
MATERI STANDAR
Ruang-lingkup kewenangan, tugas pokok dan fungsi, serta hak dan  Kewajiban DPRD. Materi ini bertujuan untuk membekali peserta dengan pengetahuan normatif tentang ruang-lingkup kewe­nangan, tugas pokok dan fungsi, serta hak dan  kewajiban kelembagaan DPRD sebagai unsur penye­leng­gara peme­rintahan di Daerah.
Kedudukan DPRD dalam Sistem Tata-kelola Peme­rintahan Daerah. Penyajian materi ini bertujuan untuk membekali peserta dengan pengetahuan tentang kelembagaan  DPRD sebagai bagian dari unsur penye­lenggara pemerintahan daerah,  dan kaitannya dengan unsur penyelenggara pemerintahan daerah lainnya (pemerintah daerah dan perangkat-perangkatnya) dalam sistem tata-kelola pemerintahan daerah menurut aturan perundang-undangan yang berlaku.
Teknik Penyusunan Legis­lasi Daerah. Penyajian materi ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi peserta di dalam menja­lankan fungsi legislasi, melalui pembekalan pengeta­huan tentang  hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan di dalam teknis penyusunan Peraturan Daerah (Perda), meka­nisme dan prosedur, serta implementasi pelaksa­na­an di lapangan.
Teknik Penyusunan APBD Berbasis Kinerja. Penyajian materi ini bertujuan untuk meningkatkan kapa­sitas dan kompetensi peserta di dalam menjalankan fungsi budgeting, melalui pembekalan pengetahuan tentang  hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan di dalam teknis penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Perencanaan Pembangunan Daerah dan Meka­nisme Penga­wasan DPRD terhadap Kinerja Pemerintah Daerah. Penyajian materi ini bertujuan untuk meningkat­kan kapa­sitas dan kompetensi peserta di dalam mengidentifikasi kebutuhan pemba­ngunan, menentukan skala prioritas, menjabarkan dalam peren­canaan dan program pemba­ngunan, serta mengawasi kinerja pemerintah daerah dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan sesuai perencanaan.
Public Speaking dan Personal Branding. Penyajian materi ini bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan peserta sebagai pembicara pada forum terbuka mau­pun tertutup, diperkaya dengan kiat dan seni untuk menjadi tokoh politik dengan pribadi yang mempesona publik.
DISKUSI PENDALAMAN
Untuk materi tertentu yang relevan dengan spesifikasi kelompok peserta, dilakukan pendalaman dan simulasi melalui kegiatan diskusi kelompok terfokus (focus group discussion/ FGD).
AGENDA AKSI
Dalam merealisasikan program penguatan ka­pasitas dan kompetensi anggota DPRD, baik di bidang pengkajian maupun pemberdayaan, LPP-OD akan bersinergi dengan berbagai institusi terkait, antara-lain dengan lembaga riset/ penelitian, perguruan tinggi, instansi pemerintah di tingkat pusat, pemerintah daerah, asosiasi yang terkait, serta dengan sesama LSM dan lembaga donor.