Jumat, 30 Maret 2018

Peran BPD dalam rangka Penyusunan Peraturan di Pemerintahan Desa


Padat Karya Dana Desa Tahun 2018


AZAS PENGATURAN DANA DESA

KATA PENGANTAR

Selain itu, desa juga punya kesempatan untuk mengembangkan ekonomi masyarakat, melalui pelatihan dan pemasaran kerajinan masyarakat,

pengembangan usaha peternakan dan perikanan, dan pengembangan kawasan wisata melalui BUMDes (badan usaha milik desa). Kunci sukses

untuk mensejahterakan masyarakat dalam membangun desa adalah kuatnya sentuhan inisiasi, inovasi, kreasi dan kerjasama antara aparat desa

dengan masyarakat dalam mewujudkan apa yang menjadi cita-cita bersama. Pembangunan desa tidak mungkin bisa dilakukan aparat desa

sendiri, tapi butuh dukungan, prakarsa, dan peran aktif dari masyarakat.

Hasil evaluasi penggunaan Dana Desa selama dua tahun terakhir juga menunjukkan bahwa Dana Desa telah berhasil meningkatkan kualitas

hidup masyarakat desa yang ditunjukkan, antara lain dengan menurunnya rasio ketimpangan perdesaan dari 0,34 pada tahun 2014 menjadi

0,32 di tahun 2017. Menurunnya jumlah penduduk miskin perdesaan dari 17,7 juta tahun 2014 menjadi 17,1 juta tahun 2017 dan, adanya

penurunan persentase penduduk miskin perdesaan dari 14,09% pada tahun 2015 menjadi 13,93% di tahun 2017. Pencapaian ini akan dapat

ditingkatkan lagi di tahun-tahun mendatang dengan pengelolaan Dana Desa yang baik.

Undang-Undang Desa telah menempatkan desa sebagai ujung tombak pembangunan dan peningkatan

kesejahteraan masyarakat. Desa diberikan kewenangan dan sumber dana yang memadai agar dapat mengelola

potensi yang dimilikinya guna meningkatkan ekonomi dan kesejahtaraan masyarakat. Setiap tahun Pemerintah

Pusat telah menganggarkan Dana Desa yang cukup besar untuk diberikan kepada Desa. Pada tahun 2015, Dana Desa

dianggarkan sebesar Rp20,7 triliun, dengan rata-rata setiap desa mendapatkan alokasi sebesar Rp280 juta. Pada

tahun 2016, Dana Desa meningkat menjadi Rp46,98 triliun dengan rata-rata setiap desa sebesar Rp628 juta dan di

tahun 2017 kembali meningkat menjadi Rp 60 Triliun dengan rata-rata setiap desa sebesar Rp800 juta.

Berdasarkan hasil evaluasi tiga tahun pelaksanaannya, Dana Desa terbukti telah menghasilkan sarana/prasarana

yang bermanfaat bagi masyarakat, antara lain berupa terbangunnya lebih dari 95,2 ribu kilometer jalan desa; 914

ribu meter jembatan; 22.616 unit sambungan air bersih; 2.201 unit tambatan perahu; 14.957 unit PAUD; 4.004 unit

Polindes; 19.485 unit sumur; 3.106 pasar desa; 103.405 unit drainase dan irigasi; 10.964 unit Posyandu; dan 1.338

unit embung dalam periode 2015-2016.

i

Hal yang penting yang dapat diterapkan dalam pengelolaan Dana Desa dengan melibatkan masyarakat adalah perlunya melakukan kegiatan

dengan pola swakelola, menggunakan tenaga kerja setempat, dan memanfaatkan bahan baku lokal yang ada di desa. Dengan pola swakelola,

berarti diupayakan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan secara mandiri oleh Desa, sehingga uang yang digunakan untuk

pembangunan tersebut tidak akan mengalir keluar desa. Dengan menggunakan tenaga kerja setempat, diharapkan pelaksanaan kegiatan

tersebut bisa menyerap tenaga kerja dan memberikan pendapatan bagi mereka yang bekerja. Sementara penggunaan bahan baku lokal

diharapkan akan memberikan penghasilan kepada masyarakat yang memiliki bahan baku tersebut.


BAB 1: ESENSI UU DESA DAN DANA DESA

1. Asas Pengaturan Desa

 Dasar Hukum

ASAS PENGATURAN DESA (1)

Undang-Undang No.6 Tahun 2014 tentang Desa menjadi tonggak perubahan paradigma pengaturan desa.

Desa tidak lagi dianggap sebagai objek pembangunan, melainkan ditempatkan menjadi subjek dan ujung tombak

pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Desa diberikan kewenangan untuk mengatur dan

mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal

usul, adat istiadat, dan nilai sosial budaya masyarakat desa yang pengaturannya berpedoman pada 13 azas sebagai berikut:


1. Rekognisi, yaitu pengakuan terhadap hak asal usul

2. Subsidiaritas, yaitu penetapan kewenangan

3. berskala lokal dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat Desa

4. Keberagaman, yaitu pengakuan dan penghormatan terhadap sistem nilai yang berlaku di  masyarakat Desa, tetapi dengan tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

2. Kebersamaan, yaitu semangat untuk berperan aktif dan bekerja sama dengan prinsip saling menghargai antara kelembagaan di tingkat Desa dan unsur masyarakat Desa dalam membangun Desa

5. Kegotong-royongan, yaitu kebiasaan saling tolong-menolong untuk membangun Desa

6. Kekeluargaan, yaitu kebiasaan warga masyarakat Desa sebagai bagian dari satu kesatuan keluarga besar masyarakat Desa

7. Musyawarah, yaitu proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat Desa melalui diskusi dengan berbagai pihak yang berkepentingan


ASAS PENGATURAN DESA (2)

Demokrasi

yaitu suatu proses yang dilakukan oleh Pemerintah Desa dan masyarakat Desa untuk melakukan suatu kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhannya dengan kemampuan sendiri.

Kemandirian

 yaitu turut berperan aktif dalam suatu kegiatan.

Kesetaraan

 yaitu kesamaan dalam kedudukan dan peran.

pemberdayaan

yaitu upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat Desa melalui penetapan kebijakan, program, dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa.

Berkelanjutan

yaitu suatu proses yang dilakukan secara terkoordinasi, terintegrasi, dan berkesinambungan dalam merencanakan dan melaksanakan program pembangunan Desa.



Buku Saku Dana Desa Klik Disini



APLIKASI KEUANGAN DESA (SISKEUDES)

Masuk Aplikasi Klik disini

 APLIKASI SISTEM  KEUANGAN DESA (SISKEUDES) 

DALAM RANGKA MENGAWAL PROGRAM PRIORITAS PEMERINTAH  (NAWA CITA) :  

“Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa  dalam kerangka Negara Kesatuan”

 

SEJARAH  SISKEUDES

Pengembangan Aplikasi Sistem  Desa telah dipersiapkan sejak awal dalam rangka mengantisipasi penerapan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Persiapan ini selaras dengan adanya perhatian yang lebih dari Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat RI maupun Komisi Pemberantasan Korupsi. Launching aplikasi yang telah dilaksanakan pada tanggal 13 Juli 2015 merupakan jawaban atas pertanyaan pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XI tanggal 30 Maret 2015, yang menanyakan kepastian waktu penyelesaian aplikasi yang dibangun oleh BPKP, serta memenuhi rekomendasi KPK-RI untuk menyusun sistem keuangan desa bersama dengan Kementerian Dalam Negeri.

Aplikasi tata kelola keuangan desa ini pada awalnya dikembangkan Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Barat sebagai proyek percontohan di lingkungan BPKP  pada bulan Mei 2015.   Aplikasi ini telah diimplementasikan secara perdana di Pemerintah Kabupaten Mamasa pada bulan Juni 2015. 

Keberhasilan atas pengembangan aplikasi ini selanjutnya diserahkan kepada Deputi Kepala BPKP Bidang Pengawasan Penyelenggaran Keuangan Daerah setelah melewati tahapan Quality Assurance (QA) oleh Tim yang telah ditunjuk.

Terhitung mulai tanggal 13 Juli 2015 pengembangan aplikasi keuangan desa ini telah diambil alih penanganan sepenuhnya oleh Deputi Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah BPKP Pusat di Jakarta.

 

Aplikasi Sistem Keuangan Desa (SISKEUDES) merupakan aplikasi yang dikembangkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam rangka meningkatkan kualitas tata kelola keuangan desa.

Fitur-fitur yang ada dalam Aplikasi Pengelolaan Keuangan Desa dibuat sederhana dan user friendly sehingga memudahkan pengguna dalam mengoperasikan aplikasi SISKEUDES.

 

Dengan proses penginputan sekali sesuai dengan transaksi yang ada, dapat menghasilkan output berupa dokumen penatausahaan dan laporan-laporan yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, antara lain:

1. Dokumen Penatausahaan:

2. Bukti Penerimaan;

3. Surat Permintaan Pembayaran (SPP);

4. Surat Setoran Pajak (SSP);

5. Dan dokumen-dokumen lainnya

6. Laporan-laporan:

7. Laporan Penganggaran (Perdes APB Desa, RAB, APB Desa per sumber dana);

8. Laporan Penatausahaan (Buku Kas Umum, Buku Bank, Buku Pajak, Buku Pembantu, dan Register

 

KELEBIHAN APLIKASI SISKEUDES

1. Sesuai Peraturan

2. Memudahkan Tatakelola Keuangan Desa

3. Kemudahan Penggunaan Aplikasi

4. Dilengkapi dengan Sistem Pengendalian Intern (Built-in Internal Control)

5. Didukung dengan Petunjuk Pelaksanaan Implementasi dan Manual Aplikasi

 

RENCANA PENGEMBANGAN

Kompilasi Laporan Keuangan Desa sebagai lampiran Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

1. Cash Management System

2. Fasilitasi Pengadaan Barang dan Jasa

3. Fasilitasi Perhitungan Pajak

4. Penambahan Fitur Standar Harga

 

SEKILAS TENTANG KEUANGAN DESA

Dengan telah disahkannya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, desa diberikan kesempatan yang besar untuk mengurus tata pemerintahannya sendiri, termasuk pengelolaan keuangannya, serta melaksanakan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat desa.

Implementasi UU Nomor 6 tentang Desa ini selaras dengan Program Pembangunan Nasional yang tertuang dalam RPJM Nasional 2015-2019 yaitu “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan DESA dalam kerangka NKRI”. Sebagai tindak lanjutnya, dalam APBN-P 2015 telah dialokasikan Dana Desa sebesar ± Rp 20,776 triliun untuk 74.093 desa yang tersebar di Indonesia, dan pada tahun-tahun berikutnya akan terus bertambah bahkan akan mencapai lebih dari 1 milyar untuk tiap desa.

Selain Dana Desa tersebut, sesuai UU Nomor 6 tentang Desa pasal 72, desa juga mengelola keuangan yang berasal dari Pendapatan Asli Desa dan Pendapatan Transfer lainnya berupa Alokasi Dana Desa (ADD); Bagian dari Hasil Pajak dan Retribusi Kabupaten/Kota; dan Bantuan Keuangan dari APBD Provinsi/Kabupaten/Kota.

Selain itu pemerintah desa diharapkan untuk lebih mandiri dalam mengelola pemerintahan dan berbagai sumber daya alam yang dimiliki, termasuk di dalamnya pengelolaan keuangan dan kekayaan milik desa.

Begitu besar peran yang diterima oleh desa, tentunya disertai dengan tanggung jawab yang besar pula. Oleh karena itu pemerintah desa harus bisa menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas mengingat dalam pengelolaan keuangan desa tersebut, pemerintah desa dituntut membuat beberapa laporan, yaitu:

 

1.  Laporan ke Bupati/Walikota:

a. Laporan Realisasi Pelaksanaan APB Desa (Semesteran)

b. Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Realisasi Pelaksanaan APB Desa (Tahunan)

c. Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan (LPP) Desa Tahunan dan LPP Desa akhir Masa Jabatan

d. Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa (APBN) per Semester untuk dikompilasi dan dilaporkan ke Menteri Keuangan

e. Laporan Kekayaan Milik Desa (Tahunan)

 

2.  Laporan ke Badan Permusyawaratan Desa (BPD):

Laporan Keterangan Penyelenggaran Pemerintahan Desa terdiri dari Laporan Realisasi Pelaksanaan APB Desa dan Laporan Kekayaan Milik Desa         (Tahunan). 

 

PENGAWALAN KEUANGAN DESA

Tujuan :

1. Memastikan seluruh Ketentuan dan Kebijakan dalam implementasi UU Desa khususnya keuangan dan pembangunan desa dapat dilaksanakan dengan baik  untuk seluruh Tingkatan Pemerintah

2. Pemerintah desa dapat melaksanakan siklus pengelolaan keuangan desa secara akuntabelmulai dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan

 

Ruang Lingkup :

Kebijakan keuangan dan pembangunan desa beserta implementasinya

 

Tahap pertama yang dilakukan sebelum melakukan pengawalan pengelolaan keuangan desa,  dapat dapat diidentifikasi titik-titik kritis di tingkat pemerintahan maupun dalam proses pengelolaan keuangannya, sebagai berikut:

1.  Tingkat Pemerintahan:

a.    Pemerintah Pusat:

1) Koordinasi antara Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, dan Kementerian Keuangan.

2) Sinkronisasi Peraturan Pelaksanaan antar Kementerian

3) Peraturan Pelaksanaan yang belum mendukung, misal Perpajakan dan PBJ.

 

b.  Pemerintah Provinsi:

1)  Pembinaan dan Pengawasan

2) Fasilitasi pendampingan

 

c. Pemerintah Kabupaten/Kota:

1) Kebijakan penghitungan alokasi: Dana Desa (APBN), Alokasi Dana Desa (APBD Kabupaten/Kota) dan Bagi Hasil Retribusi/Pajak Daerah

2) SDM (Kecamatan, Inspektorat, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD), Dinas Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD))

3)    Kebijakan PBJ Desa  dan Pengelolaan Keuangan Desa

 

d. Pemerintah Desa:

1) SDM Kepala Desa, perangkat Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

2) Sarana dan Prasarana Desa

3) Kebijakan  tingkat Desa

2.  Proses Pengelolaan Keuangan Desa

a.     Perencaanaan:

1)  Keselarasan Perencanaan dalam RPJM dan RKP Desa dengan program Pemerintah Pusat (Kementerian/Lembaga),  Pemerintah Provinsi dan                 Pemerintah Kabupaten/Kota

2)  Tingkat Partisipasi BPD, Lembaga Kemasyarakatan Desa, RW dan RT.

3)   Kualitas RKP Desa

b.  Penganggaran:

1)  Penyusunan APB Desa

2)  Harmonisasi Kepala Desa & BPD

3)  Evaluasi APB Desa oleh Kecamatan

c.  Pelaksanaan:

1)  Pengadaan Barang/Jasa

2)  Kewajiban Perpajakan

3)  Kewenangan Kepala Desa yang besar

d.   Penatausahaan:

1)   Administrasi pembukuan

2)   Cara peng-SPJ-an

3)   Pencatatan kekayaan desa

4)  Konsep Belanja Modal dan Belanja Barang yang masih rancu

e.  Pelaporan dan Pertanggungjawaban:

1) Jumlah Laporan yang harus dibuat

2) Standar Pelaporan

f.  Pengawasan:

1)  Efektifitas pengawasan

2)  Kesiapan aparat pengawasan, khususnya APIP Kabupaten/Kota

 

Pemberian dana ke desa yang begitu besar, jumlah pelaporan yang beragam serta adanya titik-titik kritis dalam pengelolaan keuangan desa  tentunya menuntut tanggung jawab yang besar pula oleh Aparat Pemerintah Desa. Oleh karena itu Pemerintah Desa harus bisa menerapkan prinsip akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan desa, dimana semua akhir kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat desa sesuai dengan ketentuan sehingga terwujud tata kelola pemerintahan desa yang baik (Good Village Governance).

Untuk dapat menerapkan prinsip akuntabilitas tersebut, diperlukan berbagai sumber daya dan sarana pendukung, diantaranya sumber daya manusia yang kompeten serta dukungan sarana teknologi informasi yang memadai dan dapat diandalkan.

Namun demikan, dilihat dari kondisi SDM Desa yang belum memadai, banyak pihak mengkhawatirkan dalam pelaksanaan UU Desa ini. Terdapat risiko-risiko yang yang harus diantisipasi agar tidak terjadi apa yang dikhawatirkan tersebut.

Kendala lainnya yaitu desa belum memiliki prosedur serta dukungan sarana dan prasarana dalam pengelolaan keuangannya, serta belum kritisnya masyarakat atas pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja desa. Besarnya dana yang harus dikelola jangan sampai menjadi bencana khususnya bagi aparatur pemerintah desa. Fenomena pejabat daerah yang tersangkut kasus hukum jangan sampai terulang kembali dalam skala pemerintahan desa. Aparatur Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) harus memiliki pemahaman atas peraturan perundang-undangan dan ketentuan lainnya, serta memiliki kemampuan untuk melaksanakan akuntansi dan atau pembukuan. Oleh karena itu, sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 6 tentang Desa, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Pemerintah Provinsi,  Pemerintah Kabupaten/Kota dan Kecamatan  diharapkan dapat lebih mengefektifkan perannya masing-masing dalam melakukan pengawasan dan pembinaan dalam pengelolaan keuangan desa ini.

Peran APIP Dalam Pengawalan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa

Dari hal-hal tersebut diatas dalam implementasi UU No.6 tahun 2014 tentang Desa, APIP memiliki peran penting dalam pengawalan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa, baik dari sisi Assurancemaupun Konsultansi. Hal tersebut sejalan dengan amanat dalam PP 60 tahun 2008, yang menyatakan bahwa aparat pengawasan intern pemerintahmelakukan pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah termasuk akuntabilitas keuangan negara dan pembinaan penyelenggaraanSPIP.

Dari identifikasi titik-titik kritis tersebut dapat dilakukan beberapa langkah pengawalan sesuai peran masing-masing APIP ditingkat Kementerian/Lembaga, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah kabupaten/Kota, sebagai berikut:

1.  Kementerian/Lembaga:

a.Memberikan atensi perlunya adanya koordinasi antar Kementerian/Lembaga yang berkepentingan dalam implementasi UU No. 6 tahun 2014, khususnya sinkronisasi peraturan dan petunjuk pelaksanaannya.

b.Memberikan atensi perlunya penyusunan peraturan atau petunjuk pelaksanaan atas implementasi UU No. 6 tahun 2014, misal Perpajakan dan Pengadaan Barang/Jasa.

c.Memberikan atensi perbaikan atas peraturan atau petunjuk pelaksanaan atas implementasi UU No. 6 tahun 2014.

2.  Pemerintah Provinsi :

a.    Melakukan pengawasan dan pembinaan dalam hal:

1)    Penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota  yang mengatur Desa

2) Penetapan RAPBD Kabupaten/Kota dalam pembiayaan Desa

3) Pemberian dan Penyaluran Dana Desa, ADD, dan Dana bagi hasil Pajak dan Rertibusi Daerah dari Kabupaten/Kota kepada Desa

4) Peningkatan kapasitasKepala Desa dan perangkat Desa,  BPD, dan lembaga kemasyarakatan

b. Melakukan pengawasan atas penyaluran bantuan keuangan provinsi

3.  Pemerintah Kabupaten/Kota

a. Melakukan pengawasan dan pembinaan dalam hal:

1) Sosialisasi Peraturan-peraturan terkait Pengelolaan Keuangan Desa

2) Penyusunan Perkada Tatacara Penyaluran Dana Desa

3) Penyusunan Perkada Pengadaan Barang/Jasa Desa

4) Penyusunan Perkada Pengelolaan Keuangan Desa

5) Penyusunan Perkada Pengelolaan Kekayaan Milik Desa

6) Inventarisasi Bersama Aset Desa antara Pemkab/kota dengan Pemerintah Desa (Paling lama 2 Thn sejak UU 6/2014 berlaku)

7) Peningkatan Kapasitas SDM SKPD, Kecamatan, dan Aparatur Desa

b. Melakukan pengawasan dan pembinaan pengelolaan Keuangan Desa  dan pendayagunaan Aset Desa

 

Peran BPKP Dalam Pengawalan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 telah diberi mandat untuk melakukan pengawalan terhadap akuntabilitas keuangan dan pembangunan nasional. Pengawalan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan desa merupakan implementasi pengawalan prioritas pembangunan nasional. BPKP turut berpartisipasi dan mendukung penuh upaya seluruh Pemerintah Desa untuk dapat menyelenggarakan akuntabilitas keuangan. Karenanya, BPKP telah membuat suatu grand strategy berupa kebijakan dan langkah-langkah konkret dalam mengawal keuangan desa.

Pengawalan Keuangan Desa yang dilakukan oleh BPKP sendiri bertujuan untuk memastikan seluruh ketentuan dan kebijakan dalam mengimplementasikan UU Desa khususnya keuangan desa dapat dilaksanakan dengan baik untuk seluruh tingkatan pemerintahan baik tingkat Pemerintah Pusat (Kementerian/Lembaga), Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Desa sesuai dengan perannya masing-masing. Khusus untuk tingkat desa, pemerintah desa dapat melaksanakan siklus pengelolaan keuangan desa dengan baik mulai dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan. Jika berhasil dilaksanakan dengan baik maka pengawalan desa akan mencapai tujuan yang diharapkan yaitu Good Village Governance dengan indikator, diantaranya sebagai berikut:

a.Tata kelola keuangan desa yang baik;

b.Perencanaan Desa yang partisipatif, terintegrasi dan selaras dengan perencanaan daerah dan nasional;

c.Berkurangnya penyalahgunaan kekuasaan/kewenangan yang mengakibatkan permasalahan hukum;

d. Mutu pelayanan kepada masyarakat meningkat

 

4. Langkah-langkah operasional BPKP dalam pengawalan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa yang sudah dilakukan, sebagai berikut:

a.Mengkaji dan menganalisis peraturan terkait pengelolaan keuangan desa

Peraturan yang dikaji dan dianalis berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Permendagri, Permendes PDTT, Peraturan Menteri Keuangan serta peraturan lainnya yang berkaitan seperti Peraturan Kepala LKPP tentang Pengadaan Barang dan Jasa bagi Desa. Hasil kajian berupa identifikasi risiko dan titik-titik kritis dalam pengelolaan keuangan desa.

b.Melakukan Survei Desa

Survei desa dilakukan untuk:

1) Memperoleh gambaran mengenai praktik pengelolaan keuangan desa yang selama ini telah berjalan;

2)Mengidentifikasi permasalahan yang mungkin menghambat pengelolaan keuangan desa mulai dari tahapan perencanaan sampai dengan pelaporan/pertanggungjawaban; dan

3)Memotret kesiapan desa dalam rangka implementasi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Survei desa dilakukan oleh BPKP sekitar bulan November-Desember Tahun 2014 sebanyak 13 desa di 4 Provinsi yaitu Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan dan Provinsi Papua.

Selain itu dilakukan juga analisis dokumen/laporan atas pelaksanaan keuangan desa yang selama ini dilakukan desa, misalnya peraturan daerah dan peraturan bupati/walikota tentang Alokasi Dana Desa dan lain sebagainya.

c.Menyusun Juklak Bimkon Pengelolaan Keuangan Desa

Berdasarkan kajian serta analisis yang telah dilakukan maka BPKP telah menyusun Juklak Bimbingan dan Konsultasi Pengelolaan Keuangan Desa. Juklak Bimkon ini menjadi panduan khususnya bagi Perwakilan BPKP untuk melakukan bimbingan dan konsultasi pengelolaan keuangan terhadap pemerintah daerah/desa di daerah wilayahnya masing-masing. Juklak Bimkon Pengelolaan Keuangan Desa berisi flowchart pengelolaan keuangan desa; sistem dan prosedur pengelolaan keuangan desa; Desain format dokumen dan formulir yang diperlukan dalam pengelolaan keuangan desa; serta bagan akun/kode rekening yang digunakan desa.

Dengan Juklak ini diharapkan Perwakilan BPKP dan Pemerintah Daerah dapat memberikan bimbingan dan konsultasi dalam hal:

1) Pemberian dan atau peningkatkan pemahaman mengenai keuangan desa, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan penatausahaan, hingga pelaporan dan pertanggungjawaban bagi aparat Pemerintah Daerah, Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa;

2) Pemberian bimbingan teknis bagi pemerintah daerah dalam menyusun kebijakan-kebijakan terkait pengelolaan keuangan desa;

3) Pemberian bimbingan teknis bagi Perangkat Desa dalam menyusun perencanaan keuangan desa;

4) Pemberian bimbingan teknis bagi Perangkat Desa dalam melakukan penatausahaan keuangan desa;

5) Pemberian bimbingan teknis bagi Perangkat Desa dalam menyusun pelaporan keuangan desa;

6) Pemberian bimbingan teknis bagi Badan Permusyawaratan Desa dalam kaitannya dengan proses penyusunan perencanaan dan pelaporan keuangan desa.

d.  Melakukan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri

Koordinasi dilakukan sehubungan ditemukan adanya ketentuan-ketentuan yang belum lengkap atau belum implementatif dalam pelaksanaannya mulai dari perencanaan hingga pelaporan dan pertanggungjawaban dalam Permendagri 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Berdasarkan analisis dan kajian.

e.  Melakukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan

Koordinasi dilakukan sehubungan dengan terbitnya PMK 93/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana Desa. Dalam kaitan perpajakan, juga telah dilakukan koordinasi dengan Direktorat Jenderal Pajak terkait kewajiban perpajakan bagi bendahara desa.

f.    Pengembangan Aplikasi pengelolaan Keuangan Desa

Pengembangan Aplikasi Sistem Tata Kelola Keuangan Desa telah dipersiapkan sejak awal dalam rangka mengantisipasi penerapan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Persiapan ini selaras dengan adanya perhatian yang lebih dari Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat RI maupun Komisi Pemberantasan Korupsi. Launching aplikasi yang telah dilaksanakan pada tanggal 13 Juli 2015 merupakan jawaban atas pertanyaan pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XI tanggal 30 Maret 2015, yang menanyakan kepastian waktu penyelesaian aplikasi yang dibangun oleh BPKP, serta memenuhi rekomendasi KPK-RI untuk menyusun sistem keuangan desa bersama dengan Kementerian Dalam Negeri.


                                              

HASIL PENGAWALAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA  SEBAGAI BAHAN

PEMBUATAN REKOMENDASI STRATEGIS  YANG AKAN DISAMPAIKAN KEPADA PRESIDEN

Untu Aplikasi SISKEUDES  klik disini

Selasa, 27 Maret 2018

Program Seribu Kampung


Top banner bank bjb
Lewat Website Desa, Pemkab Bandung Perkuat Program Seribu Kampung
Oleh Fajar Sukma, pada Dec 14, 2017 | 15:13 WIB
Lewat Website Desa, Pemkab Bandung Perkuat Program Seribu Kampung
Bupati Bandung, Dadang M Naser. (jabarprov)

BANDUNG, AYOBANDUNG.COM -- 260 Desa di Kabupaten Bandung sudah memiliki website desa. Hal ini guna mempermudah jalur komunikasi, informasi, dan transaksi untuk pelayanan publik oleh pemerintah serta aktivitas masyarakat.

Bupati Bandung, Dadang M Naser, mengatakan penggunaan website di desa-desa ini sebagai upaya peningkatan pelayanan publik dan pembangunan Information Communication and Transaction (ICT) di Kabupaten Bandung. Sebab, pemerintah sudah seharusnya mengaplikasikan ICT tersebut juga dalam pelayanan.

"Website desa tersebut juga akan memperkuat program Bandung seribu kampung," katanya, Kamis (14/12/2017).

Ia menuturkan selain mempermudah kinerja pelayanan publik, masyarakat yang ingin mendapat pelayanan juga akan lebih terabntu jika ICT tersebut sudah diterapkan.

"Semua desa dan dinas harus memacu kinerja. Tinggal 10 desa lagi akan kita dorong supaya terbentuk juga. Tentu saja proses pelayanan publik akan semakin prima,"ucapnya.

Ia menuturkan penggunaan teknologi informasi merupakan salah satu program prioritas Pemerintah Kabupaten Bandung. Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari penggunaan teknologi informasi. Di antaranya, meningkatkan tanggung jawab pemerintah dalam menyediakan pelayanan dan akses informasi bagi masyarakat.

"Manfaat lainnya adalah meningkatkan efektivitas dan efisiensi kinerja pemerintahan. Sebab koordinasi serta diskusi dapat dilakukan kapan dan di mana saja tanpa harus berada dalam lokasi yang sama," terangnya.

Ia menambahkan sistem pemerintahan juga akan berjalan transparan dan akuntabel serta menurunkan biaya operasional pemerintahan karena sistem administrasi lebih sederhana, efektif, lebih murah, dan cepat.

"Kami berharap, dengan diterapkannya ICT di Kabupaten Bandung, pemerintah dan masyarakat bisa bekerja sama untuk memanfaatkannya. Termasuk untuk mendongkrak perekonomian Bandung seribu Kampung yang existing-nya sudah berjalan sebagian," paparnya. (Fajar Sukma)


Peningkatan zKompetensi SDM Agar Peduli Keuangan Desa


Transfaransi dan Akuntabilitas keuangan Desa


Transparansi BUMDES


Perencanaan Pembangunan di Desa

Perencanaan Desa 

Alur Penyusunan RKP Desa
Alur penyusunan RKP Desa hampir sama dengan alur penyusunan RPJM Desa. Pada pembahasan sebelumnya, admin sudah mengulas sepintas tentang Alur Penyusunan RPJM Desa.
Jika ada perbedaan hanya sedikit saja. Sebab, RKP Desa merupakan hasil breakdown dari dokumen RPJMDes atau sebagai penjabaran dari RPJM Desa.
Sama seperti dalam proses menyusun RPJMDes, RKPDes juga disusun melalui Musyawarah Desa. Kemudian, dari hasil musyawarah Desa tersebut menjadi pedoman bagi Pemerintah Desa untuk menyusun rancangan RKP Desa dan daftar usulan RKP Desa (DU-RKPDes).
Hal yang sama juga disebutkan, bilamana ada perubahan dokumen RKP Desa juga harus dibahas dan disepakati dalam Musyarawarah Perencanaan Pembangunan Desa dan kemudian ditetapkan dengan Peraturan Desa (Perdes).
Siapa yang Melaksanakan Musyawarah Desa?
Dalam Permendagri 114 pada Paragraf 2 Pasal 31 menyebutkan:
Badan Permusyawaratan Desa menyelenggarakan musyawarah Desa dalam rangka penyusunan rencana pembangunan Desa.
Hasil musyawarah Desa menjadi pedoman bagi pemerintah Desa menyusun rancangan RKP Desa dan daftar usulan RKP Desa.
Badan Permusyawaratan Desa menyelenggarakan musyawarah Desa, paling lambat bulan Juni tahun berjalan.
Apa saja Kegiatan yang dilakukan dalam Musyawarah Desa?
Pasal 32 menyebutkan; Musyawarah Desa melaksanakan kegiatan sebagai berikut:
Mencermati ulang dokumen RPJM Desa;
Menyepakati hasil pencermatan ulang dokumen RPJM Desa; dan
Membentuk tim verifikasi sesuai dengan jenis kegiatan dan keahlian yang dibutuhkan.
Tim verifikasi dapat berasal dari warga masyarakat Desa dan/atau satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota. Hasil kesepakatan dituangkan dalam berita acara. Berita Acara (BA) menjadi pedoman kepala Desa dalam menyusun RKP Desa.

Kapan RKP Desa di Susun?
Pemerintah Desa wajib menyusun Rencana Kerja Pembangunan Desa sebagai penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) atau yang sering disingkat dengan RPJMDes.
Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa) disusun oleh Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari pemerintah daerah kabupaten/kota berkaitan dengan pagu indikatif Desa dan rencana kegiatan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota.
RKP Desa mulai disusun oleh pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan. Setelah selesai disusun, selanjutnya RKP Desa ditetapkan dengan peraturan Desa paling lambat akhir bulan September tahun berjalan.
RKPDes menjadi dasar dalam penetapan APBDes pada setiap Tahun Berjalan.
Bagaimana Alur Penyusunan RKP Desa/RKPDes
Penyusunan RKP Desa dilakukan dengan kegiatan yang meliputi:
Penyusunan perencanaan pembangunan Desa melalui musyawarah Desa;
Pembentukan tim penyusun RKP Desa;
Pencermatan pagu indikatif Desa dan penyelarasan program/kegiatan masuk ke Desa
Pencermatan ulang dokumen RPJM Desa;
Penyusunan rancangan RKP Desa;
Penyusunan RKP Desa melalui musyawarah perencanaan pembangunan Desa;
Penetapan RKP Desa;
Perubahan RKP Desa; dan
Pengajuan daftar usulan RKP Desa.
Perlu dipahami bahwa RKP Desa tidak boleh dilakukan secara sepihak. Dalam Pasal 30 disebutkan, Kepala Desa dalam menyusun RKP Desa dengan mengikutsertakan masyarakat Desa. Hal ini ditegaskan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 114 tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa.